Friday 15 March 2013

PEMANFAATAN ABU TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT SEBAGAI KATALIS PRODUKSI BIODIESEL

Pohon Kelapa Sawit terdiri daripada dua spesies Arecaceae atau famili palma yang digunakan untuk pertanian komersil dalam pengeluaran minyak kelapa sawit. Pohon Kelapa Sawit Afrika, Elaeis guineensis, berasal dari Afrika barat di antara Angola dan Gambia, manakala Pohon Kelapa Sawit Amerika, Elaeis oleifera, berasal dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Kelapa sawit termasuk tumbuhan pohon. Tingginya dapat mencapai 24 meter. Bunga dan buahnya berupa tandan, serta bercabang banyak. Buahnya kecil dan apabila masak, berwarna merah kehitaman. Daging buahnya padat. Daging dan kulit buahnya mengandungi minyak. Minyaknya itu digunakan sebagai bahan minyak goreng, sabun, dan lilin. Hampasnya dimanfaatkan untuk makanan ternak, khususnya sebagai salah satu bahan pembuatan makanan ayam. Tempurungnya digunakan sebagai bahan bakar dan arang. Klasifikasi Kelapa Sawit (Elaeis guineensis) adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Ordo : Arecales Famili : Arecaceae Jenis : Elaeis Spesies : E. guineensis Ciri-ciri fisik kelapa sawit Daunnya merupakan daun majemuk. Daun berwarna hijau tua dan pelepah berwarna sedikit lebih muda. Penampilannya sangat mirip dengan tanaman salak, hanya saja dengan duri yang tidak terlalu keras dan tajam. Batang tanaman diselimuti bekas pelapah hingga umur 12 tahun. Setelah umur 12 tahun pelapah yang mengering akan terlepas sehingga menjadi mirip dengan tanaman kelapa. Akar serabut tanaman kelapa sawit mengarah ke bawah dan samping. Selain itu juga terdapat beberapa akar napas yang tumbuh mengarah ke samping atas untuk mendapatkan tambahan aerasi. Bunga jantan dan betina terpisah dan memiliki waktu pematangan berbeda sehingga sangat jarang terjadi penyerbukan sendiri. Bunga jantan memiliki bentuk lancip dan panjang sementara bunga betina terlihat lebih besar dan mekar. Buah sawit mempunyai warna bervariasi dari hitam, ungu, hingga merah tergantung bibit yang digunakan. Buah bergerombol dalam tandan yang muncul dari tiap pelapah. Buah terdiri dari tiga lapisan: a) Eksoskarp; bagian kulit buah berwarna kemerahan dan licin. b) Mesoskarp, serabut buah c) Endoskarp, cangkang pelindung inti Inti sawit merupakan endosperm dan embrio dengan kandungan minyak inti berkualitas tinggi. Kelapa sawit berkembang biak dengan cara generatif. Buah sawit matang pada kondisi tertentu embrionya akan berkecambah menghasilkan tunas (plumula) dan bakal akar (radikula). Kelapa sawit memiliki banyak jenis, berdasarkan ketebalan cangkangnya kelapa sawit dibagi menjadi Dura, Pisifera, dan Tenera. Dura merupakan sawit yang buahnya memiliki cangkang tebal sehingga dianggap memperpendek umur mesin pengolah namun biasanya tandan buahnya besar‐besar dan kandungan minyak pertandannya berkisar 18%. Pisifera buahnya tidak memiliki cangkang namun bunga betinanya steril sehingga sangat jarang menghasilkan buah. Tenera adalah persilangan antara induk Dura dan Pisifera. Jenis ini dianggap bibit unggul sebab melengkapi kekurangan masing‐masing induk dengan sifat cangkang buah tipis namun bunga betinanya tetap fertil. Beberapa tenera unggul persentase daging perbuahnya dapat mencapai 90% dan kandungan minyak pertandannya dapat mencapai 28%. Bagian yang paling utama untuk diolah dari kelapa sawit adalah buahnya. Bagian daging buah menghasilkan minyak kelapa sawit mentah yang diolah menjadi bahan baku minyak goreng. Kelebihan minyak nabati dari sawit adalah harga yang murah, rendah kolesterol, dan memiliki kandungan karoten tinggi. Minyak sawit juga diolah menjadi bahan baku margarin. Minyak inti menjadi bahan baku minyak alkohol dan industri kosmetika. Buah diproses dengan membuat lunak bagian daging buah dengan temperatur 90°C. Daging yang telah melunak dipaksa untuk berpisah dengan bagian inti dan cangkang dengan pressing pada mesin silinder berlubang. Daging inti dan cangkang dipisahkan dengan pemanasan dan teknik pressing. Setelah itu dialirkan ke dalam lumpur sehingga sisa cangkang akan turun ke bagian bawah lumpur. Sisa pengolahan buah sawit sangat potensial menjadi bahan campuran makanan ternak dan difermentasikan menjadi kompos. Kelapa sawit sebagai tanaman penghasil minyak sawit dan inti sawit merupakan salah satu primadona tanaman perkebunan yang menjadi sumber penghasil devisa non migas bagi Indonesia. Cerahnya prospek komoditi minyak kelapa sawit dalam perdagangan minyak nabati dunia telah mendorong pemerintah Indonesia untuk memacu pengembangan areal perkebunan kelapa sawit. Berkembangnya sub‐sektor perkebunan kelapa sawit di Indonesia tidak lepas dari adanya kebijakan pemerintah yang memberikan berbagai insentif, terutama kemudahan dalam hal perijinan dan bantuan subsidi investasi untuk pembangunan perkebunan rakyat dengan pola PIR‐Bun dan dalam pembukaan wilayah baru untuk areal perkebunan besar swasta. Gambar 2.1 Peta penyebaran Kelapa sawit di Indonesia Sumber : BKPM dalam WWW. Deperin.go.id Industri Minyak Kelapa sawit Minyak Kelapa sawit Produk minyak kelapa sawit sebagai bahan makanan mempunyai dua aspek kualitas. Aspek pertama berhubungan dengan kadar dan kualitas asam lemak, kelembaban dan kadar kotoran. Aspek kedua berhubungan dengan rasa, aroma dan kejernihan serta kemurnian produk. Kelapa sawit bermutu prima (SQ, Special Quality) mengandung asam lemak (FFA, Free Fatty Acid) tidak lebih dari 2 % pada saat pengapalan. Kualitas standar minyak kelapa sawit mengandung tidak lebih dari 5 % FFA. Setelah pengolahan, kelapa sawit bermutu akan menghasilkan rendemen minyak 22,1 % ‐ 22,2 % (tertinggi) dan kadar asam lemak bebas 1,7 % ‐ 2,1 % (terendah). Standar Mutu Minyak Kelapa Sawit Mutu minyak kelapa sawit dapat dibedakan menjadi dua arti, pertama, benar‐benar murni dan tidak bercampur dengan minyak nabati lain. Mutu minyak kelapa sawit tersebut dapat ditentukan dengan menilai sifat‐sifat fisiknya, yaitu dengan mengukur titik lebur angka penyabunan dan bilangan yodium. Kedua, pengertian mutu sawit berdasarkan ukuran. Dalam hal ini syarat mutu diukur berdasarkan spesifikasi standar mutu internasional yang meliputi kadar ALB, air, kotoran, logam besi, logam tembaga, peroksida, dan ukuran pemucatan. Kebutuhan mutu minyak kelapa sawit yang digunakan sebagai bahan baku industri pangan dan non pangan masing‐masing berbeda. Oleh karena itu keaslian, kemurnian, kesegaran, maupun aspek higienisnya harus lebih Diperhatikan. Rendahnya mutu minyak kelapa sawit sangat ditentukan oleh banyak faktor. Faktor‐faktor tersebut dapat langsung dari sifat induk pohonnya, penanganan pascapanen, atau kesalahan selama pemrosesan dan pengangkutan. Dari beberapa faktor yang berkaitan dengan standar mutu minyak sawit tersebut, didapat hasil dari pengolahan kelapa sawit, seperti di bawah ini : Crude Palm Oil Crude Palm Stearin RBD Palm Oil RBD Olein RBD Stearin Palm Kernel Oil Palm Kernel Fatty Acid Palm Kernel Palm Kernel Expeller (PKE) Palm Cooking Oil Refined Palm Oil (RPO Refined Bleached Deodorised Olein (ROL) Refined Bleached Deodorised Stearin (RPS) Palm Kernel Pellet Palm Kernel Shell Charcoal Komposisi Minyak Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit dan inti minyak kelapa sawit merupakan susunan dari fatty acids, esterified, serta glycerol yang masih banyak lemaknya. Didalam keduanya tinggi serta penuh akan fatty acids, antara 50% dan 80% dari masing‐masingnya. Minyak kelapa sawit mempunyai 16 nama karbon yang penuh asam lemak palmitic acid berdasarkan dalam minyak kelapa minyak kelapa sawit sebagian besar berisikan lauric acid. Minyak kelapa sawit sebagian besarnya tumbuh berasal alamiah untuk tocotrienol, bagian dari vitamin E. Minyak kelapa sawit didalamnya banyak mengandung vitamin K dan magnesium. Napalm namanya berasal dari naphthenic acid, palmitic acid dan pyrotechnics atau hanya dari cara pemakaian nafta dan minyak kelapa sawit. Limbah Kelapa Sawit Limbah sawit terdiri dari kulit serat luar, kulit biji (yang keras), dan sisa (ampas) biji, serta bahan pendukung seperti air yang bercampur dengan limbah tersebut. Berbagai penelitian telah dilakukan menunjukkan bahwa Limbah kelapa sawit dapat dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan. Berikut akan dijelaskan manfaat limbah kelapa sawit Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) untuk pupuk organik Tandan kosong kelapa sawit daoat dimanfaatkan sebagai sumber pupuk organik yang memiliki kandungan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanah dan tanaman. Tandan kosong kelapa sawit mencapai 23% dari jumlah Pemanfaatan Limbah kelapa sawit tersebut sebagai alternatif pupuk organik juga akan memberikan manfaat lain dari sisi ekonomi. Ada beberapa alternatif Pemanfaatan TKKS yang dapat dilakukan sebagai berikut : Pupuk Kompos Pupuk kompos merupakan bahan organik yang telah mengalami proses fermentasi atau dekomposisi yang dilakukan oleh micro-organisme. Pada prinsipnya pengomposan TKSS untuk menurunkan nisbah C / N yang terkandung dalam tandan agar mendekati nisbah C / N tanah. Nisbah C / N yang mendekati nibah C / N tanah akan mudah diserap oleh tanaman. Pupuk Kalium Tandan kosong kelapa sawit sebagai limbah padat dapat dibakar dan akan menghasilkan abu tandan. Abu tandan tersebut ternyata memiliki kandungan 30-40%, K2O, 7% P2O5, 9% CaO, dan 3% MgO. Selain itu juga mengandung unsur hara mikro yaitu 1.200 ppm Fe, 1.00 ppm Mn, 400 ppm Zn, dan 100 ppm Cu. Sebagai gambaran umum bahwa pabrik yang mengolah kelapa sawit dengan kapasitas 1200 ton TBS/ hari akan menghasilkan abu tandan sebesar 10,8%/hari. Setara dengan 5,8 ton KCL; 2,2 ton kiersit; dan 0,7 ton TSP dengan penambahan polimer tertentu pada abu tandan dapat dibuat pupuk butiran berkadar K2O 30-38% dengan pH 8 – 9 (Fauzi, 2005). Bahan Serat Tandan kosong kelapa sawit juga menghasilkan serat kuat yang dapat digunakan untuk berbagai hal, diantaranya serat berkaret sebagai bahan pengisi jok mobil dan matras, polipot (pot kecil, papan ukuran kecil dan bahan pengepak industri. Tempurung buah sawit untuk arang aktif Tempurung kelapa sawit merupakan salah satu limbah pengolahan minyak kelapa sawit yang cukup besar, yaitu mencapai 60% dari produksi minyak. Arang aktif juga dapat dimanfaatkan oleh berbagai industri. Antara lain industri minyak, karet, gula, dan farmasi. Batang dan tandan sawit untuk pulp kertas Kebutuhan pulp kertas di Indonesia sampai saat ini masih dipenuhi dari impor. Padahal potensi untuk menghasilkan pulp di dalam negeri cukup besar. Salah satu alternatif itu adalah dengan memanfaatkan batang dan tandan kosong kelapa sawit untuk digunakan bahan pulp kertas dan papan serat. Batang kelapa sawit untuk perabot dan papan artikel Batang kelapa sawit yang sudah tua tidak produktif lagi, dapat dimanfaatkan menjadi produk yang bernilai tinggi. Batang kelapa sawit tersebut dapat dibuat sebagai bahan perabot rumah tangga seperti mebel, furniture,atau sebagai papan partikel. Dari setiap batang kelapa sawit dapat diperoleh kayu sebanyak 0.34 m3. Batang dan pelepah sawit untuk pakan ternak Batang dan pelepah dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Pada prinsipnya terdapat tiga cara pengolahan batang kelapa sawit untuk dijadikan pakan ternak, yaitu pertama pengolahan menjadi silase, kedua dengan perlakuan NaOH dan yang ketiga adalah pengolahan dengan menggunakan uap. Tandan Kosong Kelapa Sawit Buah kelapa sawit terbentuk dari bunga betina yang diserbuki oleh bunga jantan. Oleh karena itu, masing-masing buah akan menempel pada splinkelet-splinkelet (manggar) bunga betina. Tandan bunga betina yang telah manjadi buah disebut tandan buah kelapa sawit atau tandan buah segar (TBS). Setiap TBS pada tanaman dewasa umumnya terdiri dari 1.000-2.000 buah. Setiap buah berdiameter 1,5-3 cm. Berat setiap butir buah adalah 10-30 gram, sehingga satu TBS pada tanman dewasa beratnya mencapai 10-40 kg. (Hadi, 2004) Sisa pengolahan industri kelapa sawit dihasilkan pada saat proses pengolahan kelapa sawit. Sisa pengolahan jenis ini digolongkan dalam tiga jenis yaitu dalam bentuk padat, cair, dan gas. Tandan kosong kelapa sawit merupakan sisa pemanfaatan padat industri kelapa sawit. Sisa pemanfaatan dalam bentuk padat mempunyai ciri khas dalam komposisinya. Komponen terbesar sisa pemanfaatan dalam bentuk padat tersebut adalah selulosa, disamping komponen lain meskipun lebih kecil seperti abu, hemiselulosa dan lignin. Tabel 2.1. Komposisi Kimia Tandan Kosong Kelapa sawit Komposisi Kadar (%) Abu Selulosa Lignin Hemiselulosa 15 40 21 24 Tandan kosong kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai sumber pupuk organik yang memiliki kandungan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanah dan tanaman. Tandan kosong kelapa sawit sebagai sisa pengolahan pabrik kelapa sawit dalam bentuk padat dapat dibakar dan akan menghasilkan abu tandan. Adapun komposisi kimia abu TKKS adalah: Tabel 2.2 Komposisi Kimia abu tandan kosong kelapa sawit Parameter Hasil analisis (%) Kalium (K) (%b/b) Silika (Si) (%b/b) Calsium (Ca) (%b/b) Magnesium (Mg) (%b/b) Natrium (Na) (%b/b) Ferum (Fe) (%b/b) Mangan (Mn) (%b/b) Cu(%b/b) -CO¬¬3-2(%b/b) -HCO¬¬3-(%b/b) 29,82 14,24 6,72 4,34 2,37 0,31 0,17 0,02 19,63 3,21 (Yoeswono, 2007) Kalium merupakan unsur terbesar yang terkandung di dalam abu TKKS. Seperti diketahui bahwa kalium merupakan logam yang sangat ringan selain litium. Kalium sangat lunak, dan mudah dipotong dengan pisau dan tampak keperak-perakan pada permukaan barunya. Kalium merupakan senyawa logam yang dapat bereaksi dengan air dan membentuk KOH sebagai katalis transesterifikasi (bersifat basa). Fungsi katalis adalah memperbesar kecepatan reaksinya (mempercepat reaksi) dengan jalan memperkecil energi pengaktifan suatu reaksi dan dibentuknya tahap-tahap reaksi yang baru. Dengan menurunnya energi pengaktifan maka pada suhu yang sama reaksi dapat berlangsung lebih cepat. (Mohsin, 2008) Kalium merupakan unsur terbesar yang terkandung di dalam abu TKKS. Seperti diketahui bahwa kalium merupakan logam yang sangat ringan selain litium. Kalium sangat lunak, dan mudah dipotong dengan pisau dan tampak keperak-perakan pada permukaan barunya. Kalium merupakan senyawa logam yang dapat bereaksi dengan air dan membentuk KOH. Di mana KOH dapat dikatakan sebagai katalis (bersifat basa). Fungsi katalis adalah memperbesar kecepatan reaksinya (mempercepat reaksi) dengan jalan memperkecil energi pengaktifan suatu reaksi dan dibentuknya tahap-tahap reaksi yang baru. Dengan menurunnya energi pengaktifan maka pada suhu yang sama reaksi dapat berlangsung lebih cepat. (Mohsin, 2008) Etanol 70% sebagai penyari dalam maserasi Abu Tandan Kosong Kelapa Sawit Etanol juga dikenal sebagai etil alkohol adalah senyawa kimia dengan rumus kimia C2H5OH. Etanol merupakan bentuk alcohol sederhana setelah methanol Pada keadaan atmosfer, metanol berbentuk cairan yang ringan, mudah menguap, tidak berwarna, mudah terbakar, dan beracun dengan bau yang khas (berbau lebih kuat daripada metanol). Etanol digunakan sebagai bahan pendingin anti beku, pelarut, bahan bakar, dan antispetik Etanol diproduksi secara alami oleh metabolisme anaerobik oleh bakteri. Hasil proses tersebut adalah uap etanol (dalam jumlah kecil) di udara. Setelah beberapa hari, uap etanol tersebut akan teroksidasi oleh oksigen dengan bantuan sinar matahari menjadi karbon dioksida dan air. Etanol digunakan secara terbatas dalam mesin pembakaran dikarenakan etanol tidak mudah terbakar dibandingkan dengan bensin. Etanol campuran merupakan bahan bakar dalam model radio kontrol. Salah satu kelemahan etanol dan alkohol secara umum sebagai bahan bakar adalah sifat korosi terhadap beberapa logam. Etanol merupakan asam lemah dan dapat bereaksi dengan oksida logam. Maserasi berasal dari bahasa latin macerare yang artinya merendam Maserasi adalah proses pengekstraksi simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan pada temperatur ruangan (kamar) (Anonim, 2000). Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan me nembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif. Karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak ke luar. Peristiwa ini berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel (Anonim, 1986). Sistem pelarut dalam ekstraksi dipilih berdasarkan kemampuannya dalam melarutkan jumlah yang maksimal dari zat yang dibutuhkan dan seminimum mungkin bagi unsur yang tidak diinginkan. Larutan penyari yang baik harus memenuhi kriteria: murah, mudah diperoleh, stabil secara fisika dan kimia, bereaksi netral, tidak mudah menguap, tidak mudah terbakar, selektif yaitu hanya menarik zat berkhasiat yang dikehendaki dan tidak mempengaruhi zat aktif. Etanol digunakan sebagai penyari karena lebih selektif, kapang dan kuman sulit tumbuh dalam etanol =20 %, netral, absorbsinya baik, panas untuk pemekatan sedikit, dan mudah bercampur dengan air. Etanol 70% efektif dalam menghasilkan jumlah bahan aktif yang optimal, bahan pengatur hanya sedikit turut dalam cairan pengekstraksi. Katalis Basa Abu Katalis adalah zat yang dapat mempengaruhi laju reaksi tetapi zat tersebut tidak mengalami perubahan kimia pada akhir reaksi. Katalis tidak berpengaruh pada energi ΔG0, dan juga tidak berpengaruh terhadap kesetimbangan Katalisator berfungsi untuk mengurangi tenaga aktivasi pada suatu reaksi sehingga pada suhu tertentu harga konstanta kecepatan reaksi semakin besar. Pada reaksi esterifikasi yang sudah dilakukan biasanya menggunakan konsentrasi katalis antara 1 - 4 % berat sampai 10 % berat campuran pereaksi (Mc Ketta, 1978). Adapun katalisator yang sangat berperan dalam reaksi menggunakan katalis abu tandan kosong kelapa sawit adalah CaO dan K2O. Mekanisme reaksi heterogen dengan menggunakan katalis Cao adalah sebagai berikut: Katalis basa CaO merupakan tempat, dimana permukaan O-2 menyerang atom H+ dari etanol sehingga membentuk metoksi. Metoksi menyerang atom dari trigliserida membentuk perantara tetra hedral. Mengambil atom H+ dari CaO Kemudian langkah terakhir adalah penyusunan kembali perantara tetrahedral menjadil metil ester dan gliserol Gambar 2.2 Mekanisme Reaksi Transesterifikasi dengan katalis basa CaO H3C-O-H + Ca-O □(⇔┴( ) ) CH3O + Ca(OH)2 CO-OOCR1 O- CH3O + CO-OOCR2 □(⇔┴( ) ) R1-C - CH3 CO-OOCR3 OCH3 O- O R1 C O CH3 □(⇔┴( ) )R1 C + -OCH3 OCH3 OCH3 CO-OOCR1 R1-COO- CH3 H2C-OH CO-OOCR2 + 3 CH3OH □(⇔┴CaO ) R2-COO- CH3 + H2C-OH CO-OOCR3 R3-COO- CH3 H2C-OH Transesterifikasi Ester asam lemak di alam terdapat dalam bentuk ester antara gliserol dengan asam lemak ataupun terkadang ada gugus hidroksilnya yang teresterkan tidak dengan asam lemak tetapi dengan fosfat seperti pada fosfolipid. Disamping itu ada juga ester antara asam lemak dengan alkoholnya yang membentuk monoester seperti terdapat pada minyak jojoba. Ester asam lemak sering dimodifikasi baik untuk bahan makan maupun untuk bahan surfaktan, aditif, detergen dan lain sebagainya (Endo, dkk, 1997). Modifikasi ester asam lemak dapat dilakukan dengan beberapa cara Gambar 2.3 Modifikasi Ester Asam lemak Esterifikasi Interesterifikasi Alkoholisis Asidolisis Tiga reaksi terakhir dikelompokkan dalam reaksi transesterifikasi (Gandi, 1997)Proses produksi biodiesel mengacu pada reaksi transesterifikasi trigliserida dengan alkohol untuk mendapatkan alkil ester dan gliserol. Adapun reaksi umumnya adalah: CO-OOCR1 R1-COO-R’ H2C-OH CO-OOCR2 + 3R’OH □(⇔┴katalis ) R2-COO-R’ + H2C-OH CO-OOCR3 R3-COO-R’ H2C-OH Trigliserida Alkohol Biodiesel Gliserol Gambar 2.4 Mekanisme Reaksi Transesterifikasi secara umum Menurut Mittelbacth (Rumbun, 2005) disebutkan bahwa mekanisme transesterifikasi menggunakan katalis basa adalah sebagai berikut : O O R1 C OR2 + -OCH3 □(⇔┴( ) ) R1 C OR2 OCH3 O O R1 C OR2 □(⇔┴( ) ) R1 C OCH3 + -OR2 OCH3 OR2 + CH3OH □(⇔┴( ) ) R2OH + -OCH3 Gambar 2.4 Mekanisme Reaksi Transesterifikasi dengan basa secara umum (Dikutip dari Rumbun, 2005) Proses pembuatan biodoesel sangat bergantung pada bahan baku yang akan dipakai. Terdapat banyak rute proses yang dapat dipergunakan untuk produksi biodiesel. Untuk memudahkannya, dikelompokkan dalam 4 kategori umum, yaitu pirolisis, transesteriffikasi, esterifikasi, dan konversi enzimatis. Meskipun demikian, transesterifikasi dan esterifikasi merupakan proses yang banyak dipergunakan dewasa ini untuk proses produksi biodiesel secara komersial. Proses transesterifikasi dipakai apabila kandungan utama dari bahan bakunya berupa trigliserida, seperti minyak goreng bekas atau CPO. Sementara proses esterifikasi dipergunakan jika bahan bakunya berupa asam lemak (fatty acid). Proses transesterifikasi bisa dikombinasikan dengan proses esterifikasi jika bahan baku yang dipergunakan memiliki kandungan trigliserida dan asam lemak. Jika bahan baku yang akan dipergunakan adalah minyak goreng bekas yang kandungan utamanya berupa trigliserida maka transesterifikasi merupakan proses yang paling cocok untuk diterapkan. Pada proses transesterifikasi, trigliserida direaksikan dengan alkohol melalui bantuan katalis. Dewasa ini proses produksi biodiesel mengacu pada reaksi transesterifikasi trigliserida dengan metanol untuk mendapatkan alkil metil ester dan gliserin. Pada dasarnnya, bentuk alkohol yang lain seperti etanol bisa dipergunakan dalam proses transesterifikasi. Penggunaan metanol memiliki keunggulan karena hasil reaksinya yang berupa fatty acid methyl ester (FAME, yang dikenal sebagai biodiesel) dan gliserol sangat sukar untuk tercampur sehingga akan membentuk dua lapisan, yaitu biodiesel di bagian atas dan gliserin di bagian bawah. Dengan demikian, akan mempermudah proses pemisahan biodiesel dari produk samping gliserin. Selain itu, metanol bisa diperoleh dengan harga lebih murah daripada etanol sehingga lebih menguntungkan dari sisi komersial. Tahap penting yang harus dilalui terlebih dahulu sebelum transesterifikasi minyak goreng bekas adalah penghilangan pengotor, berupa partikel-partikel sisa makanan melalui penyaringan. Sebenarnya dalam minyak goreng bekas juga terdapat kandungan asam lemak bebas (FFA), tetapi jumlahnya sangat sedikit. Sementara kandungan FFA, minyak nabati kasar, seperti CPO, dapat berkisar 5%. Selain itu, jika dipergunakan bahan baku minyak nabati kasar seperti CPO maka kandungan fosfor dalam CPO harus dihilangkan karena keberadaan fosfor merupakan indikasi keberadaan gum (getah) dalam CPO. Beberapa alternative proses biodiesel berbahan baku minyak nabati dengan kandungan FFA sampai dengan 5% adalah proses transesterifikasi dengan penghilangan FFA secara fisika, proses transesterifikasi dengan penghilangan FFA melalui proses penyabunan, serta proses esterifikasi dan transesterifikasi. Proses transesterifikasi dengan penghilangan FFA secara fisika Proses transesterifikasi dengan penghilangan FFA secara fisika dilakukan melalui serangkaian tahapan sebagai berikut. Proses degumming, yaitu menghilangkan gum yang terkandung dalam minyak nabati yang mengandung FFA ≤ 5% dengan menambahkan larutan H3PO4. Proses filtering yaitu menyaring bentonit, gum dan zat pengotor lainya agar diperoleh minyak nabati dengan FFA <5% serta kadar fosfor <20 ppm. Proses deodorization yaitu proses penghilangan FFA yang menimbulkan bau pada minyak nabati. Proses reaction, yaitu mereaksikan minyak dan Alkohol dengan katalis sehingga menghasilkan biodiesel dan gliserin. Proses washing, yaitu pencucian biodiesel agar bebas dari alkohol yang tersisa, gliserol, maupun katalis. Prosesnya berupa mixing dan settling. Tahapan reaksi transesterifikasi pembuatan biodiesel selalu menginginkan agar didapatkan produk biodiesel dengan jumlah yang maksimum. Beberapa kondisi reaksi yang mempengaruhi konversi serta perolehan biodiesel melalui transesterifikasi adalah sebagai berikut (Freedman, 1984): Pengaruh air dan asam lemak bebas Minyak nabati yang akan ditransesterifikasi harus memiliki angka asam yang lebih kecil dari 1. Banyak peneliti yang menyarankan agar kandungan asam lemak bebas lebih kecil dari 0.5% (<0.5%). Selain itu, semua bahan yang akan digunakan harus bebas dari air. Karena air akan bereaksi dengan katalis, sehingga jumlah katalis menjadi berkurang. Katalis harus terhindar dari kontak dengan udara agar tidak mengalami reaksi dengan uap air dan karbon dioksida. Pengaruh perbandingan molar alkohol dengan bahan mentah Secara stoikiometri, jumlah alkohol yang dibutuhkan untuk reaksi adalah 3 mol untuk setiap 1 mol trigliserida untuk memperoleh 3 mol alkil ester dan 1 mol gliserol. Perbandingan alkohol dengan minyak nabati 4,8:1 dapat menghasilkan konversi 98% (Bradshaw and Meuly, 1944). Secara umum ditunjukkan bahwa semakin banyak jumlah alkohol yang digunakan, maka konversi yang diperoleh juga akan semakin bertambah. Pada rasio molar 6:1, setelah 1 jam konversi yang dihasilkan adalah 98-99%, sedangkan pada 3:1 adalah 74-89%. Nilai perbandingan yang terbaik adalah 6:1 karena dapat memberikan konversi yang maksimum. Pengaruh jenis alkohol Pada rasio 6:1, metanol akan memberikan perolehan ester yang tertinggi dibandingkan dengaan menggunakan etanol atau butanol. Pengaruh jenis katalis Katalis alkali (katalis basa) akan mempercepat reaksi transesterifikasi bila dibandingkan dengan katalis asam. Katalis basa yang paling populer untuk reaksi transesterifikasi adalah natrium hidroksida (NaOH), kalium hidroksida (KOH), natrium metoksida (NaOCH3), dan kalium metoksida (KOCH3). Katalis sejati bagi reaksi sebenarnya adalah ion metilat (metoksida). Reaksi transesterifikasi akan menghasilkan konversi yang maksimum dengan jumlah katalis 0,5-1,5%-b minyak nabati. Jumlah katalis yang efektif untuk reaksi adalah 0,5%-b minyak nabati untuk natrium metoksida dan 1%-b minyak nabati untuk natrium hidroksida. Metanolisis Crude dan Refined Minyak Nabati Perolehan metil ester akan lebih tinggi jika menggunakan minyak nabati refined. Namun apabila produk metil ester akan digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel, cukup digunakan bahan baku berupa minyak yang telah dihilangkan getahnya dan disaring. Pengaruh temperatur Reaksi transesterifikasi dapat dilakukan pada temperatur 30 - 65° C (titik didih metanol sekitar 65° C). Semakin tinggi temperatur, konversi yang diperoleh akan semakin tinggi untuk waktu yang lebih singkat. Biodiesel Biodiesel merupakan senyawa metil ester hasil proses estreifikasi/ transesterifikasi minyak nabati atau lemak hewani. Definisi ini membedakan biodiesel dengan berbagai minyak hayati yang juga dipergunakan pengganti minyak solar yang sering disalahfahamkan sebagai biodiesel. Biodiesel memilki sifat fisis yang sama dengan solar sehingga bisa dipergunakan sebagai bahan bakar pengganti untuk kendaraan bermesin diesel. Selain itu, biodiesel bisa juga dipakai sebagai minyak bakar karena memiliki nilai kalor minimal 37 MJ/kg. Sebagai perbandingan, bahan bakar fosil memiliki nilai kalor sekitar 42,7 MJ/kg. Secara komposisi kimia, biodiesel berbeda dengan minyak solar. Pada umumnya minyak solar terdiri atas 30-35% senyawa hidrokarbon aromatic dan 65-70% parafin disertai sedikit olefin. Sementara biodiesel sebagian besar terdiri atas C16-C18 fatty acid methyl ester dengan 1-3 ikatan rangkap untuk setiap molekulnya. Karakteristik yang menjadi kelebihan biodiesel bila dibandingkan dengan minyak solar adalah pada emisi gas buang, kadar sulfur, angka setana, keteruraian dan stabilitas, serta pelumasan dan pembersihan mesin. Emisi gas buang Secara kimia, pembakaran adalah proses oksidasi yang memerlukan oksigen cukup agar tercapai pembakaran sempurna yang menghasilkan gas karbon dioksida (CO2) dan uap air H2O. Pembakaran yang tidak sempurna akan menghasilkan gas karbon monoksida (CO) atau residu karbon (C). Biodiesel adalah oxygenated fuel, yaitu bahan bakar yang mengandung oksigen yang kemudian ikut terbakar selama proses oksidasi sehingga menghasilkan emisi yang lebih baik karena ada tambahan pasokan oksigen tersebut. Pemakaian biodiesel melalui percampuran dengan minyak solar dalam jumlah tertentu (misalnya sampai dengan 30% biodiesel atau dikenal dengan sebutan B30) akan memperbaiki emisi gas buang secara signifikan, seperti ditunjukkan dari hasil Road Test Biodiesel sejauh 20.000 km yang dilakukan oleh BPPT pada tahun 2005 . Tabel 2.3 penurunan emisi regulasi B30 Emisi regulasi Penurunan emisi rata-rata (%) CO (g/km) 25,35 NOx + THC (g/km) 10,82 Partikulat (g/km) 42,02 Opasitas (%) 23,5 Tabel 2.4 Emisi senyawa aromatik dengan minyak solar dan B30 Parameter (µg/gram) Jarak 0 km Jarak 20.000 km Solar B30 Δ% Solar B30 Δ% Benzene 113 99 -12 186 168 -10 Toluene 83 56 -33 274 260 -5 Xylene 31 19 -39 113 96 -15 Ethyl benzene 22 13 -41 86 73 -15 Kadar sulfur Kadar sulfur dalam biodiesel lebih rendah daripada minyak solar. Kadar sulfur ini berpengaruh terhadap kandungan SO¬¬¬¬x dalam gas buang hasil pembakaran. Tabel 2.5 Perbandingan spesifikasi minyak solar dan biodiesel No Parameter Minyak solar Biodiesel 1 Massa Jenis (Kg/m3) 820-870 (150 C) 850-890 (400 C) 2 Viskositas Kinematik 1,6-5,8 2,3-6,0 3 Angka setana Min 45 Min.51 4 Titik nyala Min 60 Min.100 5 Titik kabut - Maks. 18 6 Titik tuang Maks. 18 - 7 Korosi lempeng tembaga Maks. No 1 Maks. No 3 8 Residu karbon Dalam contoh asli Dalam ampas 10% distilasi Maks. 0,1 Maks. 0,05 Maks. 0,30 9 Air dan sedimen (%V) Maks. 0,05 Maks. 0,05 10 Temperatur ditilasi 90% - Maks. 360 11 Temperatur ditilasi 95% Maks. 370 - 12 Abu tersulfatkan (%Massa) Maks. 0,01 Maks. 0,02 13 Belerang (ppm (mg/kg)) Maks. 5000 Maks.100 14 Fosfor (ppm (mg/kg)) - Maks. 10 15 Angka asam (mg-KOH/kg) Maks. 06 Maks. 0,8 16 Gliserol bebas (%Massa) - Maks. 0,02 17 Gliserol total (%Massa) - Maks. 0,24 18 Kadar ester alkil (%Massa) - Min. 96,5. 19 Angka iodium (%Massa) - Maks. 115 20 Uji Halphen - Negatif Angka setana (cetane number) Angka setana merupakan kualitas pembakaran bahan bakar. Angka setana yang lebih tinggi akan menghasilkan pembakaran dengan kualitas baik. Angka setana biodiesel lebih tinggi bila dibandingkan denngan minyak solar. Keteruraian dalam stabilitas Biodiesel terurai empat kali lebih cepat dibandingkan dengan minyak solar atau minyak diesel. Percampuran biodiesel dengan minyak solar dapat mempercepat keteruraian campuran tersebut bila dibandingkan dengan minyak solar murni. Dari sisi stabilitas, biodiesel harus disimpan dalam wadah yang tertutup untuk menghindari kontak langsung dengan udara luar, air, dan sinar matahari sehingga terhindar dari oksidasi. Sampai saat ini, penelitian mengenai stabilitas biodiesel masih terus dilakukan. Pelumasan dan pembersihan mesin Biodiesel secara lebih alami lebih kental daripada minyak solar sehingga sifat pelumasan (lubrikasi) terhadap mesin lebih baik daripada minyak solar. Selain itu, fatty acid methyl ester (FAME) merupakan pelarut yang memiliki kemampuan untuk membersihkan ruang pembakaran dan komponen mesin. Meskipun demikian, komponen mesin terbuat dari karet alam atau karet nitril dapat bereaksi dengan biodiesel yang bisa memperpendek umur pemakaian komponen tersebut. Bahan baku biodiesel berupa tanaman yang diambil ekstrak minyaknya. Terdapat lebih dari 40 jenis tanaman di Indonesia yang dapat digunakan sebagai sumber minyak nabati. Tabel.2.6 Jenis Tanaman penghasil minyak di Indonesia Nama Tanaman Nama latin Sumber minyak Kadar minyak (%) P/NP Jarak Pagar Jatropha cucas Inti biji 40-60 NP Kelapa sawit Elaeis guineensis Sabut , daging buah 45-70 + 46-54 P Kapok/randu Ceiba petandra Biji 24-40 NP Kelapa Cocos nucifera Daging buah 60-70 P Kecipir Psophocarpus tetrag Biji 15-20 P Kelor Moringa oleifera Biji 30-49 P Kesambi Sleichera trijuga Daging biji 55-70 NP Nimba Azadirachta indica Dagin biji 40-50 NP Saga utan Adenanthera pavonina Inti biji 12-28 P Akar kepayang Hodgsonia macrocarpa Biji Setara 65 P Gatep pait Samadera indica Biji Setara 35 NP Kepoh Sterculia foetida Inti biji 45-55 NP Ketiau Madhuca motleyana Inti biji 50-57 P Nyamplung Callophyllum inophyllum Inti biji 40-73 NP Randu alas Bombax malabaricum Biji 18-26 NP Seminai Maducha utilis Inti biji 50-57 P Siur (-siur) Xantophylum lanceatum Biji 35-40 P Tengkawang terindag Isopteran borneensis Inti biji 45-70 P Bidaro Ximenia Americana Inti biji 49-61 NP Bintaro Cerbera manggas Biji 43-64 NP Bulangan Gmelina asiatica Biji - NP Cerakin/kroton Croton triglium Inti biji 50-60 NP Kampis Hernandia peltata Biji - NP Kemiri cina Aleurites trisperma Inti biji - NP Nagasari (gede) Mesua ferrea Biji 35-50 NP Sirsak Annona muricata Inti biji 20-30 NP Srikaya Annona squamosa Inti biji 15-20 NP Keterangan : P=Pangan NP=Non Pangan Pada prinsipnya, berbagai minyak nabati tersebut serta lemak hewani bisa menjadi bahan baku biodiesel di Indonesia. Namun, dari beberapa bahan baku tersebut, pada saat ini minyak kelapa sawit merupakan bahan baku yang paling siap dari segi ketersediaan karena industrinya sudah mapan dengan pengalaman nasional pembudidayaan kelapa sawit yang telah lebih seabad lamanya. Selain itu, saat ini Indonesia adalah produsen Crude palm oil (CPO) terbesar nomor satu di dunia. Selain minyak sawit, saat ini minyak jarak pagar merupakan potensi yang sedang dalam tahap pengembangan karena kandungan minyak biji jarak yang relatif tinggi, bisa mencapai 30 %. Salah satu factor pendorong pemanfaatn biji jarak pagar adalah karena CPO merupakan minyak yang dapat dimakan (edible oil) yang diperlukan untuk bahan baku minyak goreng. Sementara minyak jarak pagar adalah minyak beracun yang tidak dapat dimakan sehingga tidak akan berkompetisi dengan minyak pangan. Selain itu, pohon jarak pagar mampu tumbuhdi lahan kritis sehingga dapat dipergunakan untuk penghijauan. Di samping itu, proses pengolahan minyak relatif sederhana yang hanya memerlukn pemerasan dengan teknologi mesin yang juga relatif sederhana.Jika dibandingkan, minyak sawit dan minyak jarak pagar memiliki kelebihan dan kekurangan sebagai bahan baku biodiesel. Kekurangan dan kelebihan disajikan pada tabel berikut : Tabel. 2.7 Perbandingan minyak sawit dan minyak jarak pagar No Deskripsi Sawit Jarak Pagar 1 Produktivitas lahan 20 ton TBS/Ha/Th ~3,5 ton minyak/Ha/Th 0,4-12 ton biji/Ha/Th 2 Perkebunan siap 5 jt ha (potensi 17,5 juta ton) Baru mulai dikembangkan 3 Kontinuitas pasokan Terbukti stabil Belum terbukti 4 Harga $350-400/ton minyak Harga fluktuasi 5 Komoditi makanan Edible Non edible 6 Sensitivitas harga pasar Rentan terhadap fluktuasi pasar global Tidak tergantung harga pasar dunia Meskipun ketersediaan CPO di Indonesia relative melimpah, tetapi harga CPO sangat fluktuatif. Pernah pada awal tahun 2008 harga CPO sekitar Rp 8.000,00/kg sedangkan harga minyak solar non subsidi sekitar Rp 7.000,00/ liter. Dengan demikian, produksi biodiesel berbahan baku CPO menjadi tidak ekonomis. Sementara ketersediaan minyak nabati lain tidak memadai sehingga perlu dicari bahan baku alternatif lain yang relative murah dan tersedia cukup banyak. Secara umum, untuk minyak nabati yang akan dipergunakan sebagai bahan baku biodiesel perlu diperhatikan hal-hal yang akan berpengaruh secara teknis terhadap proses produksi, yaitu kandungan asam lemak bebas, air dan fosfor. Asam lemak bebas Dalam prosesnya, produksi biodiesel memerlukan sejumlah katalis. Keberadaan asam lemak bebas (free fatty acid, FFA) dalam bahan baku akan membuat penggunaan katalis dan bahan kimia lainnya meningkat. Hal ini karena FFA akan bereaksi dengan katalis membentuk sabun. Sabun ini harus dipisahkan dari biodiesel. Air Keberadaan air dalam bahan baku akan menimbulkan permasalahan yang berkaitan dengan pembentukan FFA tambahan. fosfor keberadaan fosfor merupakan indikasi tingkat gum (getah) atau phospholipids dalam minyak nabati. Keberadaan fosfor menyebabkan kesulitan pemisahan gliserol dari biodiesel. Hal ini karena fosfor dalam minyak nabati dapat muncul dalam bentuk molekul lechitin yang kompleks,dan dikenal sebagai emulsifier yang baik.

No comments: